Menjelang Pilkada serentak yang akan dilaksankan pada akhir tahun 2020, Komisi Pemilihan Umum semakin gencar melakukan sosialiasi pendidikan pemilih. Khususnya bagi pemilih pemula dan muda yang jumlahnya lebih banyak dari pemilih lainnya. KPU Kabupaten Buleleng juga melakukan sosialisasi, bekerjasama dengan kampus terbesar di Bali Utara. Sosialisasi dalam bentuk webinar ini melibatkan Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, S.TP., M.P dan akademisi Undiksha Dr. I Wayan Widiana, M.Pd. Beberapa perwakilan mahasiswa menjadi peserta dalam webinar ini.
Pada kesempatan itu Lidartawan menyampaikan beberapa mekanisme yang berubah saat Pilkada nanti. Mulai dari sistem kampanye yang tidak lagi menggunakan baliho tetapi menggunakan akun sosial media yang terdaftar di KPU. Melalui akun ini diharapkan para calon dapat menampilkan profil, visi misi, program unggulan dan lain sebagainya. Menurut Lidartawan kampanye menggunakan baliho sudah tidak efektif lagi dengan tingkat ketertarikan dibawah 5% ditambah dengan biayanya yang cukup besar. Selain itu berkaitan dengan Tempat Pemilihan, Lidartawan menjelaskan bahwa tempat pemilihan nantinya akan di stresilisasi dari covid-19.
Sementara itu Widiana selaku akademisi Undiksha lebih menekankan pada esensi pemilihan dan politik. Menurutnya politik adalah bagian dan perjalanan hidup, jangan alergi terhadap politik, jangan berfikir bahwa politik untuk kaum tertentu sekarang politik milik masyarakat. Politik tidak buruk tapi orang yang duduk disana yang menyebabkan keburukan itu. Melihat kondisi ini adalah saatnya untuk kita berbenah, “saya harap adik-adik yang duduk nanti disana”, ujar Widiana.
Widiana selaku orang tua di kampus juga mengingatkan kepada peserta webinar bahwa mereka merupakan salah satu pemilih yang sangat beruntung bisa mendapat informasi langsung dari Ketua KPU Bali. Akan ada banyak perubahan yang sulit diikuti oleh masyarakat non milenial maka disinilah peran pemilih muda untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Sebagai kaum intelektual jadilah pemilih yang kritis jangan jadi pemilih yang ikut-ikutan dan tidak punya rasional. Jangan golput, tingkat golput tinggi karena rendahnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya pemilu. Kebanyakan masyarakat menganggap pemilihan adalah hal biasa, “pemilihan adalah bagian penting, dengan golput bukan berarti melakukan hak mutlak kita hak mutlak kita adalah memilih”, tegas Widiana.
Menjadi pemilih yang cerdas harus memiliki pengetahuan atas informasi yang dapat dicari secara konvensional maupun online. Mencari informasi di media online sudah biasa dilakukan oleh pemuda tapi yang harus diperhatikan adalah adanya informasi hoaks. Widiana yakin mahasiswanya bisa memilih informasi yang bukan hoax dan menyampaikan yang benar ke publik.
Widiana menambahkan mahasiswa dapat menyampaikan pilihannya secara terbuka dan tertutup. Terbuka saat kampanye dan tertutup saat di bilik suara. Berbeda halnya dengan abdi negara yang hanya bisa menyampaikan pilihannya secara tertutup. Widiana juga mengajak mahasiswa agar tidak memilih berdasarkan iming-iming uang dan sara yang bersifat radikal. Yang dapat dilakukan pemilih muda adalah ikut memantau perhitungan suara, tidak golput dan bertanggung jawab atas pilihan termasuk mengikuti sosialisasi ini. Apa yang disaksikan dan didengarkan merupakan wujud partisipasi yang merupakan langkah awal untuk tahun 2020. Walaupun Buleleng tidak ada Pilkada namun mahasiswa yang ikut sebagai peserta tersebar dari seluruh Bali. Perubahan Indonesia, Bali dan Buleleng dapat dilakukan jika kita semua berpartisipasi. “Apapun hasilnya kita harus mendukungnya jangan lagi berfikir bahwa yang sudah kita laukan ini tidak benar. Saya berharap adik-adik bisa menggaungkan gerakan menggunakan hak pilih kita”, kata Widiana.
Pada sesi diskusi seorang mahasiswa program studi Bimbingan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha menyampaikan pertanyaanya yang ditujuan kepada Ketua KPU Bali. pertanyaan tentang mengapa tidak menggunakan e-voting. Ketua KPU Bali menanggapi bahwa e-voting sampai saat ini belum ada regulasinya, besar kemungkinan untuk diretas, tidak ada basis data jika ada yang komplain. Ia juga memberikan perbandingan dengan negara Jerman yang beralih dari e-voting ke manual. Lindartawan lebih merekomendasikan adanya e-counting untuk memudahkan proses penghitungan suara.
Diakhir diskusi Ketua KPU Bali beharap Wayan Widiana dan Undiksha mendorong menggaungkan gerakan menolak politik uang. Apalagi jika ada mahasiswa yang melaporkan jika ditemukan adanya politik uang maka tidak segan-segan akan diberikan penghargaan olehnya.