Dewa Gede Firstia Wirabrata, M.Psi., Psikolog merupakan salah satu dosen prodi PG PAUD Undiksha yang tergabung dalam HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) Bali menghadiri acara Bali Pagi Ruang Psikologi pada Selasa, 30 Juni 2020. Acara ini merupakan salah satu program dari Kompas TV. Firstia diwawancarai langsung oleh presenter Kompas TV, Dewi Nitya. Pada kesempatan itu Fisrtia mengulas soal resiliensi.
Menurutnya resiliensi adalah kapasitas ketahanmalangan seseorang. Atau bangkit kembali seperti daya lenting. Resiliensi penting dimiliki seseorang untuk menghadapi kondisi pandemi saat ini karena kondisi ini adalah masalah yang baru terjadi dan berdampak signifikan terhadap masyarakat. Terutama di masa new normal ini bagaimana kita harus hidup walaupun pandemi belum usai. Lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap tingkat resiliensi seseorang dimana lingkungan yang sportif justru dapat meningkatkan resiliensi seseorang.
Pada segmen kedua Dewi Nitya selaku presenter kembali bertanya tentang seperti apa lingkungan yang suportif. Psikolog yang akrab disapa Kak Dewa ini mulai menanggapi dengan bagaimana seseorang mempersepsikan lingkungannya. Lingkungan yang suportif menurut persepsinya adalah lingkungan yang sering memberikan motivasi. Karena komponen resiliesi sendiri ada 4 yang disebut dengan IQ, EQ, SQ dan yang terbaru adalah AQ (Adversity Quotient). AQ adalah kecerdasan seseorang dalam menghadapi rintangan atau kesulitan. Jadi kuncinya adalah selalu berfikir positif dan ini memang bembutuhkan latihan. Caranya dengan CORE, C (control) yang artinya pengendalian tentang bagaimana masyarakat bisa mengendalikan sebuah konflik. Kemudian O (origin and ownership) artinya sumber dan kepemiliki jadi tentang bagaimana mengidentifikasi dari mana sumber konflik yang dialami misalnya dari berita-berita hoax. R (reach) artinya jangkauan, hal ini tentang bagaimana kita membatasi lingkup masalah, dan E (endurance) artinya ketahanan tentang berapa lama kita mampu menghadapi kesukaran/kemalangan
Pada segmen ketiga Nitya kembali mempertanyakan bagaimana jika seseorang tidak bisa resilien. “Karena perbedaan tingka resiliensi seseorang berbeda-beda maka dampaknya pun berbeda. Dampak tidak bisa resilien dapat dirasakan oleh fisik dan area psikologis. Yang dirasakan fisik biasanya berupa gemetaran, kram perut, pusing, turun berat badan sampai menurunnya imunitas seseorang. Sedangkan dampak pada area psikologis kita mungkin kehilangan minat terhadap hal yang dulu kita sukai, teman curhat bosan mendengarkan kita curhat karena masalahnya sama, dan tidak ada solusi, sensitive dengan lingkungan sampai stress yang signifikan. Gejala-gejala ini bisa dilakukan denga self assessment dirumah”, jelas Kak Dewa.
Jika merasakan gejala-gejala seperti itu kapan kita harus menemui professional. Kali ini Kak Dewa menjawabnya di segmen 4. Ada beberapa kondisi kita perlu orang ketiga agar lebih objektif dalam mneilai permasalahan dan kelebihan orang ketiga memang sudah terlatih dalam bidang itu. Ada 2 macam profesional yaitu psikolog dan psikiater, perebedaannya dapat dilihat dari kompleknya permasalahan klien. Psikolog biasanya menangani masalah yang baru berupa gejala sedangkan Psikiater menangani masalah yang lebih kompleks. Tidak hanya memberikan psikoterapi tapi juga menggunakan obat-obatan untuk menangani klien. pada intinya jika terjadi gejala psikologis bisa di konsultasikan sejak dini dengan psikolog. Menurutnya orang ketiga sebenarnya tidak memberikan solusi mereka hanya meluruskan permasalahan yang terjadi, yang menemukan solusinya tetap klien itu sendiri. Akhir kata Dewa Firstia mengajak masyarakat yang ingin berkonsultasi dapat menghubungi HIMPSI Bali.