Kali kedua menjadi narasumber di Undiksha Berbagi, Dr. I Gede Margunayasa, S.Pd., M.Pd bawakan topik Esensi LSLC (Lessons Study for Learning Community). Mengenai komunitas belajar sebenarnya sempat dibahas pada batch sebelumnya. Pada intinya Marguna ingin menyampaikan solusi bagaimana mewujudkan komunitas belajar. Berdasarkan slide presentasinya dijelaskan LSLC adalah bagaimana semua warga sekolah belajar, sedangkan LS (lessons study) tentang pola pengkajian pembelajaran, dan mengenai apa yang terjadi di dalam kelas dapat diterapkan model pembelajar kolaboratif.
Beranjak ke slide selanjutnya tentang filosofi dari lessons study yang mengambil referensi dari Manabu Sato pada tahun 2012. Pertama, filosofi publik dimana sekolah dianggap sebagai ruang publik yang terbuka untuk masyarakat umum, yang harus dilakukan seorang guru adalah membuka ruang kelas karena jika guru menutup ruang kelasnya maka reformasi kelas akan sulit tercapai. Kedua, filosofi demokrasi yang dimaksud dengan demokrasi menurut John Dewey adalah cara hidup bersama dengan orang lain maka yang harus dilakukan harus saling membina dan saling mendengarkan. Sehingga terlahir komunikasi yang dialogis. Ketiga, filosofi keuggulan yang dimaksud bukan unggul dari orang lain tapi melakukan yang terbaik dari kondisi yang ada. Guru dalam kondisi apapun perlu membiasakan diri untuk menciptakan pembelajaran yang maksimal dengan meningkatkan level materi.
Bagaimana cara mengimplementasikan pembelajaran kolaboratif ? Marguna menjelaskan hal ini dapat dilakukan dengan plan, do dan see yang tidak menilai gurunya tetapi fokus pada siswanya. Ia menyarankan pembelajaran kolaboratif ini karena pembelajaran kolaboratif merupakan esensi dari pembelajaran itu sendiri, untuk mewujudkan hak belajar setiap siswa tanpa terkecuali, sebagai sarana memperbaiki kemampuan akademis siswa yang rendah serta meningkatka siswa yang memiliki kemapuan akademis tinggi.
Marguna juga mendefinisikan pembelajaran kolaboratif sebagai pembelajaran yang otentik, pembelajaran yang mengutamakan prinsip saling belajar dan saling mendengarkan yang mana didalamnya terdapat materi dengan level tinggi atau disebut juga dengan jumping task level. Berbeda dengan pembelajaran kooperatif yang berfokus pada kesatuan ide kelompok, pembelajaran kolaboratif berfokus pada masing-masing individu untuk menemukan pendapat dan pemikiran yang berbeda dari masing-masing orang.
Berdasarkan pengalamnnya dosen PGSD Undiksha ini menceritakan bagaimana siswa-siswi di sekolah belajar kolaboratif saat merangkai lampu ditemukannya model rangkaian yang berbeda-beda. Hingga akhirnya anak-anak mengatakan “berarti rangkaian dirumah saya itu seperti ini pak”, ini menunjukkan bahwa anak-anak sudah paham terakhir baru guruya yang menjelaskan secara teori nama dari rangkaian yang telah dibuat. Ada beberapa aturan yang harus dilakukan siswa dalam pembelajaran kolaboratif yaitu (1) Jika tidak menggerti kamu harus bertanya kepada temanmu, (2) Jika ada temanmu bertanya, kamu bantu menjelaskan (tutor sebaya), (3) Jika sudah dijelaskan, ucapkan terima kasih.
Mengenai desainnya untuk siswa kelas rendah dapat dilakukan dengan membentuk kelompok berpasangan sedangkan untuk SD kelas tinggi, SMP dan SMA dapat membentuk kelompok dengan jumlah 4 orang per kelompok. Ruang kelas ditata berbentuk U sehingga semua bisa saling melihat temannya. Pelajaran didesain dengan 2 materi. Guru memberikan sharing task dan jumping task, jadi siswa langsung diberikan soal. Ketika diberikan soal tanpa dijelaskan terlebih dahulu oleh gurunya siswa akan bertanya dengan temannya, teman yang mengerti membantu menjelaskan sehingga akan terjadi tutor sebaya.
Ditampilkan pula dokumentasi model pembelajara kolaboratif di SD N 1 Menyali, SD N 3 Jagaraga yang sudah mengimplementasikan sebelum disarankan, di SD N 1 Panji dan di kampus PGSD kepada mahasiswanya. Terlihat semua siswa duduk dengan pola huruf U. Ketika ditampilkan gambar mahasiswa yang diberikan sharing task dan jumping task Marguna menjelaskan saat itu terdapat perubahan dari yang awalnya mahasiswa mengerjakan sendiri ketika diberikan soal yang lebih sulit mulai bertanya ke temannya dan menemukan jawabannya bersama-sama. Ia juga mencontohkan bagaimana memberikan masalah yang open minded, misalnya soal volume air pada balok apakah akan sama saat posisi balok itu dibalik.
Untuk melakukan ini guru perlu persiapan ke kelas, memikirkan seperti apa anak akan belajar di kelas dengan membuat LKPD yang berisi sharing task dan jumping task. Kemudian memprediksi dimana siswa akan mengalami kesulitas sehingga guru harus menyiapkan media untuk memudahkan memberikan pemahaman kepada siswa. Guru di dalam kelas disarankan mengurangi intruksi yang panjang, memberikan kesempatan lebih banyak kepada siswa bukan gurunya yang banyak bercerita dan menjelaskan. Guru harus memastikan anak belajar dengan baik dengan cara mendengarkan siswa, melihat ekspresi siswa, mengecek jawaban, bukunya, lks dan sebagainya. Membantu menghubungkan siswa akademik rendah dengan siswa akademik tinggi. Serta tidak lupa memotivasi siswa yang memiliki akademik rendah.